Mengajar adalah panggilan jiwa.
Tapi hanya untuk jiwa-jiwa yang penyanyang lagi bertanggungjawab
Bekerja bukan tentang kewajiban untuk rumahnya
Tapi juga tentang agar ilmunya tak berhenti padanya.
Apakah dia marah jika kami salah mengira?
Apakah dia lelah jika telinga kami tidak padanya?
Apakah dia bosan memberi tahu hal yang sama berulang-ulang?
Tentu saja tidak. Sebab hati mereka terlalu luas.
Anak-anak nya tak perlu nilai 100
Begitu pula dengan anaknya di kelas
Yang dia ingin anaknya paham
Hingga terapkan
Bukan hanya berpuas diri dengan huruf A cantik di kertas
Dia seperti berkata jangan percaya aku begitu saja
Ayo kritisi aku. Ayo debati aku
Tapi kenapa saat di lontarkan kesempatan
Anaknya takut berbicara
Hmm... Bukan karena takut.
Sejatinya aku pun tak tahu apa yang sedang dia bicarakan.
Aku tertawa miris.
Meratapi diri ini yang tak tau terimakasih tapi berlagak berpuas diri
Dia geregetan bukan karena kami tak bisa jawab pertanyaanya.
Tapi, jika kami biarkan buku berdebu.
Kami biarkan sunyi kelas dengan diskusi.
Kami hentikan pulpen ini menulis.
kami amin kan diri ini lalai
Kami ikhlaskan orang tua kecewa
kami hanya menunggu.
Menunggu diberi makan bahkan disuapi.
Telah disuapi pun.
Aku masih minta tambah dua piring.
Siapa dia tulus?
Dia juga penyanyi. Penyanyi dikelasku.
Bukan yang bernyanyi lagu, tapi dialah guru-guru ku.
(Puisi Selamat Hari Guru)
Comments
Post a Comment