Skip to main content

Untuk seseorang yang belum sempat kutemui

Maaf pasti tidak bisa menebus semua ini. Tapi sungguh, saya terlanjur menyanyangi kamu nak. Sudah saya siapkan panggilan “mama” adalah yang paling tepat untuk kita. Sudah mama siapkan daftar nama-nama indah untuk kamu. Lengkap beserta nama panggilannya. Seumur hidup, saya tidak pernah sekalipun menggendong bayi. Tapi saya sudah mencoba belajar. Sambil membayangkan betapa bahagianya kita nanti.

Sungguh tidak sabar. Mungkin bagi orang lain ini berlebihan. Tapi tidak. Kamu adalah anak pertama yang dinantikan banyak orang. Pasti kamu sangat disayang nantinya. Bahkan belum lahir pun, semua orang menyanyangi kamu lewat mama. Tapi ternyata Allah tak takdirkan kamu di lahirkan sesuai waktunya. Dan saya memang belum pantas untuk dipanggil mama.


Aku selalu merindukan kamu meskipun kita belum pernah bertemu.




Pertama kali dalam hidup, saya merasakan sakit itu. Sakit sekali. Saya  tidak sanggup menahan rasa sakit di tubuh sekaligus di hati ini. Rasa sakit tertinggi secara bersamaan dalam satu waktu. Saya belum tau caranya keluar dari rasa ini. Tidak bisa dijelaskan melalui apapun. Tidak hanya sedih, tapi rasa kecewa yang dalam sekali. Katanya berpasrah diri kepada Allah bisa meringankan hati. Nyatanya saya pun tak tahu caranya. Banyak tangan menyambut luka saya, tapi menggenggamnya pun saya tak bisa.


Tiada hari tanpa waktunya saya gunakan hanya untuk menyalahkan diri sendiri. Teori-teori tentang memaafkan diri sepertinya masih belum bisa saya pahami. Melihat kedepan pun kepala rasanya tak sanggup mendongak. Bertemu orang lain pun rasanya seperti melihat kejahatan. Hati ini rasanya sensitif sekali. Tersinggung, marah, menyesal, kecewa dicampur aduk. Membuat saya bernafas pun kadang sulit. Tiada hari tanpa tangisan dikala sendiri ataupun bersama suami saya. Saya menyukai sepi saat ini, tapi di kesepian ini lah saya juga semakin sakit. Bagi sebagian orang menatap saya lemah. Tapi saya akui itu. Bahkan jika bisa di injak. Injak saja saya, karena itu pantas.


Rasa sakit fisik ini menahannya, masih tak sebanding dengan rasa sakit hati ini terus menyalahkan diri. Entah sampai kapan. Bahkan menulis ini pun sambil menangis meraung.

Menangis sampai sesak, sampai terpikir kenapa tak langsung habis saja nafas ini. Karena pikiran kelam ini tak kunjung pergi. Saya mulai kehilangan arah. Katanya penyesalan memang terjadi di akhir. Tapi saya pikir di mulai pun belum. Katanya semua akan ada hikmahnya. Saya selalu bertanya, kapan datangnya? Karena saya sangat lelah.


Ada titik dimana ketika saya tahu telah dititipkan calon seseorang, saya merasa tidak percaya dan tidak pantas. Saya berusaha memantaskan diri itu. Saya tidak pernah merasa seantusias itu untuk belajar. Terus mendoakan mu nak tiada putus. Saya tinggalkan semua keinginan pribadi, tanpa sedikitpun rasa sedih. Saya lakukan hanya untuk mempersiapkan bertemu kamu.


Ada saat dimana senyum tidak sabar aku menanti kamu. Seseorang yang aku sangat sayang padahal melihat wujudnya pun belum pernah. Rasanya hidup mati pun akan aku berikan.  Tapi ternyata aku tak menepati janji itu. Andai sesal demi sesal bisa ditebus. Andai waktu yang telah berlalu sia-sia bisa diganti.


Masih terus bertanya, bagaimana caranya keluar dari tempurung penyesalan ini. Semuanya berkata, akan ada waktunya. Tapi, satu hari pun hidup seperti ini rasanya sudah sakit. Bohong jika saya bilang tak apa. Bohong jika saya bilang ikhlas. Saya kan mencoba tapi tak tahu kapan. Sekali ini percayalah. Saya juga bisa sangat bersedih. Meskipun sedih ini sering  dianggap hanya bercanda. Tapi kali ini sungguh tidak.


Saya buat tulisan ini dengan harapan sedikit meringakan pikiran yang berkecamuk di kepala.





Comments

Popular posts from this blog

#Psikologi: Self Fulfilling Prophecy

Mau bahas sesuatu yang kebetulan sedang relate dengan kejadian aku hari ini. Sepertinya hari ini aku sedang tidak beruntung. Hari ini diawali dengan motor mogok dan aku berpikir hari ini akan sangat melelahkan. Dannnnn ternyata benar ajah :( Mungkin dari kalian juga pernah merasakan ini. Ketika baru aja keluar dari rumah mengalami hal yang tidak menyenangkan. Kemudian kita meyakini bahwa itu adalah awal yang buruk dan akan menjadi hari yang buruk sepanjang hari. Trus ngejudge hari itu akan jadi bad day buat kamu. Kemudian ternyata benar, kamu telat datang kekampus, lupa membawa notebook atau modul, bermasalah dengan dosen, urusan organisasi berantakan dan hal buruk lainnya. Biasanya diakhir hari cuma bisa menangis dan mengeluh kelelahan mental. Hal ini bisa saja kita sedang mengalami sesuatu yang disebut a self-fulfilling prophecy. Dengan kata lain, harapan tentang suatu subyek baik berupa prediksi positif maupun negatif, seperti terhadap seseorang atau peristiwa, dapat memengaruhi...

Where?

“It is difficult to find happiness within oneself, but it is impossible to find it anywhere else.” ―  Arthur Schopenhauer